Alergi makanan pada anak / bayi
Kata alergi tentu tak asing lagi bagi Ibu muda. Belum lagi kerepotan yang timbul karena jadi harus ekstra hati-hati. Bila anak bereaksi tak biasa saat dikenalkan pada suatu makanan. Jangan buru-buru membuat kesimpulan sendiri, apalagi jika belum berkonsultasi ke dokter. Sebab sebuah studi menunjukkan, orang tua sekarang cenderung lebih gampang memberi cap alergi pada anak dan ini bisa merugikan.
Akibat vonis orang tua, yang kurang hati-hati, banyak bayi dan anak balita (bawah tiga tahun) terpaksa berpantang sejumlah makanan, seperti susu sapi, ikan, telur atau kacang sementara mereka sebenarnya tidak menderita alergi.
Alergen Journal of Allergy and Clinical Immunology menyebutkan membatasi akses anak terhadap beragam makanan justru dapat membuatnya kekurangan asupan nutrisi penting pada periode pertumbuhan emas 1 sampai 3 tahun.
Alergen Yang Tidak terlihat
Sebenarnya kekhawatiran para orang tua terhadap alergi makanan bisa dibilang wajar. Sebab kondisi ini memang merepotkan. Gejalanya termasuk rash atau ruam kulit, sesak napas, keram perut dan mual. Reaksi ini bisa muncul dalam hitungan menit setelah mengonsumsi makanan pemicunya. Beberapa penderita alergi makanan bahkan dapat mengalami reaksi ekstrim yang disebut anafilaksis.
Alergi makanan disebabkan oleh reaksi sistem imun terhadap protein yang terkandung dalam jenis-jenis makanan yang tertentu umumnya telur, susu, ikan, kacang, gandum atau kedelai. Ketika bayi Anda beranjak besar dan mendekati masa akhir balita, urusannya lebih repot lagi. Sebab ia memasuki era gila camilan. Rumitnya, alergen seperti telur, kedelai dan kacang banyak menyusup dalam bahan-bahan dasar makanan olahan, bahkan sereal. Label dalam kemasan pun sering kali dibuat terlalu ilmiah, sehingga sulit dicermati orang tua dari kalangan awam.