KEJARLAH EQ SEJAK DINI, JIKA KAU INGIN SUKSES NANTI
Berdasarkan kenyataan yang kita liat sekarang ini, sekolah memang lebih mewakili kepentingan orang tua ketimbang anak. Anak-anak disekolahkan juga demi mengejar renking yang fungsinya makin kesini semakin terlihat hanya sebagai symbol. Dalam arti, sepertinya kecerdasan dari bangku sekolah yang dianggap satu-satunya ukuran kecerdasan yang harus didewa-dewakan.
Semoga saja pendapat di atas salah, dan tidak ada lagi pemahaman salah kaprah seperti itu yang diyakini oleh kita, atau sebagian besar orang tua. Karena kenapa kita sampai-sampai berpendapat bahwa siapa yang ber-IQ tinggi kelak bakal lebih sukses hidupnya, ketimbang orang yang ber-IQ rata-rata. Padahal dalam praktik yang kita jumpai tidak selalu demikian. Bukankah di zaman sekarang ini, di negeri ini, tak sedikit orang yang merasa memiliki IQ tinggi justru terpental dari ketatnya persaingan memasuki dunia kerja.
Berdasarkan penelitian, IQ hanya menyumbang sekitar 20 % dari kesuksesan hidup seseorang. Selebihnya bergantung pada kecerdasan emosi (Emotional Intelligence atau IQ / EQ) dan social yang bersangkutan. Di sisi lain, 90 % keberhasilan kerja manusia ternyata ditentukan oleh kecerdasan emosionalnya, sisanya sekitar 4 %, jatah kemampuan tekhnis.
Tapi, apa mau dikata dan tidak bisa dipungkiri, bila sampai hari ini tetap ada orang yang di atas kertas sangat cerdas namun belum dapat membuat hidupnya bahagia dari segi financial. Dari kenyataan yang sudah diteliti ini, maka dapat disimpulkan bahwa yang terpenting bukanlah kemampuan tekhnis atau analitis, melainkan hal yang berkaitan dengan emosi atau perasaan dalam hubungan personal.
Atau sangat lebih baik lagi jika memiliki kepintaran EQ dan IQ, meski tetap dengan catatan bahwa itu bisa dilihat dari kemauan dan keuletan untuk mencapai tujuan, kemauan untuk mengambil inisiatif baru, dan kemampuan bekerja sama serta kemampuan memimpin tim.