SINGLE PARENT OK SAJA, TAPI… Awan Ukaya

SINGLE PARENT OK SAJA, TAPI…

Makin maju sebuah peradaban, kayanya makin aneh prilaku masyarakatnya. Jika dulu, gadis yang hamil sebelum nikah pasti akan dihujat seisi kampung, dianggap membawa sial. Namun sekarang, banyak diantara kita yang sudah menganggapnya adalah hal yang biasa. Bukan tak mungkin, dari hal itu juga akan menyebabkan orang tua tunggal bakal mengalami anggapan yang serupa. Mulanya aneh, lama-lama lumrah.

Di Negara maju, seiring dengan kian kuatnya peran perempuan, juga desakan modernisasi dan demokratisi, single parent sebagai gaya hidup tak lagi dapat dibendung. Makin hari makin banyak wanita membesarkan anak tanpa suami.

Benar atau tidak, biar waktu yang membuktikan dan pengalaman yang menunjukkan bahwa dengan menjadi orang tua tunggal, laki-laki atau perempuan, tak semudah membalik telapak tangan. Tak juga membawa berkah bagi yang mempercayainya. Itu sebabnya, muncul gerakan yang seratus persen percaya pada lembaga perkawinan.

Banyak motivasi yang mendasari keputusan seseorang untuk hidup sebagai orang tua tunggal. Mereka menganggap hidup berpasangan hanya akan mengganggu kebebasan pribadinya. Apalagi dengan kasus percerian yang akhir-akhir ini semakin meningkat. Fakta lain juga menunjukkan, kekerasan pada anak pun banyak terjadi pada keluarga yang utuh. Dari hal itu yang membuat mereka berani menyimpulkan bahwa mengasuh anak lebih efektif jika dilakukan sendirian.

Di sisi lain, kaum berpasangan tak tinggal diam. Mereka berpendapat, keturunan Adam dan Hawa masih sangat dimungkinkan hidup berdampingan dalam ikatan perkawinan.  Mereka juga merasa, memperoleh makna hidup yang jauh lebih mendalam pada hubungan suami istri, sesuatu yang kurang didapat oleh orang tua tunggal.

Jika single parent memprioritaskan hidupnya untuk anak, yang berpasangan menitikberatkan pada kualitas hubungan pasangan. Intinya, jangan sampai terjadi pendangkalan terhadap makna perkawinan, bukan sekedar rutinitas dan ritual hidup.